Fiksi Mini


Buah Kesabaran 

Seperti biasanya, selesai mengantar Dani ke sekolah akupun sibuk di dapur menyiapkan sarapan untuk Kangmas. Sambel tempe dan telor mata sapi adalah menu pagi ini. Kami mengobrol ringan pagi itu. Tiba-tiba Dimas berdiri di belakangku dan berbicara ,"Ibu besok hari terakhir untuk bayar uang masuk kuliahnya." Lalu aku jawab, "mengapa baru sekarang mengingatkan Ibu, Dimas!?" Nada suaraku terdengar agak keras karena kaget dan bingung. Di waktu itu, uang Rp 4.5 juta termasuk besar bagi kami, terlebih lagi uang ditabungan kami tak banyak. Reaksi Kangmas seperti biasanya, emosi mengomel panjang lebar. Aku pun tersadar bahwa kami sebagai orang tua juga sudah lalai dalam hal ini. Kesal maupun marah tidak akan menyelesaikan masalah. "Besok pagi, Ibu janji kasih uangnya, sekarang Dimas siapkan semua surat-surat kelengkapannya, jangan sampai ada yang kurang." "Maafkan sikap ibu sama Bapak tadi yaa."Ucapku dengan memeluk Dimas yang tampak sedih wajahnya.

Sembari menyalakan mobil yang berada di garasi, Kangmas masih melanjutkan omelannya. "Sudahlah, sekarang berangkat ke kantor, kerja dengan tenang atau kalau mau kasbon dulu saja ke kantor. Itu pun kalau kangmas mau. Aku akan bantu usaha disini." Kututup pintu pagar dengan perasaan yang tak menentu. Tiba-tiba kulihat tanaman anggrek dipinggir pagar berbunga mekar indah sekali, ada rasa sejuk menyelinap dalam hatiku. Dengan berdzikir dalam batin, aku merasa tenang dan yakin akan pertolongan-Nya. 

Tak berapa lama setelah Kangmas berangkat ke kantor, tiba-tiba suara telepon berdering. Kuangkat telepon dan terdengar suara Kangmas. "Ma, uang untuk bayar masuk kuliah Dimas sudah ada. Tadi ada teman lamaku datang ke kantor dan dia katanya punya hutang sudah lama sekali, padahal aku sendiri lupa kalau dia pernah pinjam uang." Masyaallah, pertolongan selalu datang di waktu yang tepat dan tak terpikirkan. Sebuah kepasrahan akan berbuah manis.                



Comments